Aku tau hidup ini adalah anugrah dari Tuhan, terlepas dari
menyenangkan atau membahagiakan dalam setiap perjalanannya. Namun ada
yang aku tak tau mengapa Tuhan memberikan beberapa pilihan dalam hidup
yang aku jalani, apakah ini bentuk kasih sayangnya yang lain? Sehingga
aku bisa bebas menjalani hidup yang aku inginkan? Atau ini sebagai
hukuman yang Tuhan berikan padaku, sehingga hidup ini menjadi begitu
membebankan karena pilihan itu. Manusia memiliki segala keterbatasan,
terbatas untuk berpikir, terbatas pengetahuan tentang dunia dan segala
aspeknya. Hal itu juga berlaku padaku tentunya, sehingga aku tak tau apa
yang akan terjadi satu menit, satu bulan, satu tahun kemudian di dalam
hidupku. Entah aku harus merasa ini adil apa tidak untukku, ketika Tuhan
memberikan kesempatan untuk memilih namun aku tak tau apa yang akan
terjadi di masa depan andaikata aku mengambil sebuah pilihan.Dan apa yang harus aku lakukan jika
ternyata pilihan yang aku ambil justru membuat semua hal menjadi semakin
sulit? Semua terasa salah dan rumit. Rasa sesak datang bersama sesal
yang bergelut dihati. Seketika semua hal menjadi tak menyenangkan dan
perasaan lelah datang lebih berat dari biasanya. Seketika aku sadar
keputusan yang aku ambil adalah keputusan yang salah, aku telah gegabah
mengambil tindakan. Perasaan ingin kembali ke masa lalu menyeruak hanya
untuk menarik semua keputusan itu ataupun mengganti pilihanku.
Saat sesal datang memang sungguh menyesakkan. Pikiran untuk memutar
waktu tak bisa ku hindari, keinginan untuk memperbaiki, seribu
pengandaian menghampiri, dan ribuan sesal yang hanya bisa aku tangisi.
Aku marah karena aku ingin pilihan yang aku ambil sesuai dengan segala
ekspetasiku. Namun aku sadar sekeras apapun keinginanku untuk memutar waktu, semua
tidak akan berguna. Bahkan hanya akan membawaku ke dalam keterpurukan
yang mungkin akan membuatku semakin lebih menyesal dengan segala hal
yang telah aku pilih. Rasanya akan semakin menyiksa diri ku jika aku
berandai-andai dan berharap waktu dapat di putar ulang serta membuang
waktu yang aku punya dengan menyalahkan diri sendiri yang terlalu bodoh
menentukan pilihan.
Setelah pilihan yang aku ambil justru
membuatku semakin terpuruk, dan aku ingin semuanya tidak menjadi semakin
buruk. Aku tau aku salah dan mungkin bodoh karena gegabah mengambil
keputusan, namun menyalahkan dan mengutuk diri rasanya tak akan
membantuku menjadi lebih baik. Keputusan telah ditetapkan tetapi Tuhan
masih memberimu kesempatan. Kesempatan untuk memperbaikinya, kesempatan
untuk tidak melakukan kebodohan yang sama. Rasanya hatiku akan lebih menerima jika aku mengakui kebodohan yang
lalu, namun ingin memulai semuanya lagi dengan awal yang baru. Meskipun
tak bisa mengulang waktu yang sudah lalu, setidaknya aku ingin masa
depanku tak seburuk masa lalu. Kesalahan dan penyesalannya ini akan aku
jadikan cambuk diriku untuk bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi
dari segala hal. Mungkin ini cara Tuhan mendidik diri ku, agar aku tidak
hanya sekedar hidup namun juga bisa memaknai hidup.
Rasa sesak justru mengintimidasi
diriku setelah keputusan itu aku buat, dan aku tau keputusan yang aku
buat adalah sebuah kesalahan. Tapi aku harus menghibur diri ku, bukankah
setiap detik hidup kita itu atas izin-Nya. Bahkan kesalahan ini pun
sudah di izinkan Tuhan untuk aku alami. Dan rasanya menyalahkan Tuhan
juga bukan keputusan yang tepat.Baiklah akan aku coba melihat hal ini dari sudut pandang lain, dan
ternyata masih ada berbagai macam pesan yang Tuhan titipkan untuk ku
karena mengambil pilihan yang aku anggap salah ini. Ternyata aku belajar
banyak hal dari kesalahan itu. Aku belajar untuk tidak lagi gegabah
mengambil setiap keputusan, aku tidak boleh mengambil keputusan
beradasarkan nafsu sesaat. Dan aku harus libatkan Tuhanku untuk segala
keputusan yang ingin aku buat. Aku rasa ini adalah salah satu cara Tuhan memberikan cambuk atas
segala hal yang aku lakukan, yang hanya terbatas dari ego. Seharusnya
ini menjadikan aku semakin dewasa dalam segala hal, bukan justru
menangisi kesalahan ini seperti bayi yang masih membutuhkan asi. Karena Salah dan Benar Itu Hanya Sebatas Pemikiran, Aku Memilih Berdamai dengan Kesalahanku dan Menelan Semua Resiko itu.
Lelah rasanya jika aku hanya menyalahkan keadaan yang sudah terjadi.
Sadar itu hanya membuatku semakin sulit, aku memilih untuk berdamai saja
dengan keadaan. Tak sama dengan pasrah, karena aku tak ingin kejadian
ini terulang. Akan aku ingat dan tak akan aku biarkan penyesalan ini
terjadi lagi padaku. Hidup itu memang penuh dengan resiko, termasuk
pilihan yang aku ambil juga menyimpan segala resikonya. Tak bisa menghindar memang, jadi aku
nikmati saja sesak itu datang sebagai bagian dari warna dalam hidupku.
Aku yakin sesak itu akan hilang seiring berjalannya waktu dan perbaikan
atas kualitas diriku. Dan ini bukan hal yang harus dilebih-lebihkan,
mungkin Tuhan sudah menyediakan hal yang lebih indah dari apa yang sudah
aku sesali.
Aku memang tidak bisa memutar waktu untuk kembali hadir dan merubah
semua hal yang sudah berlalu. Tetapi masa depan masih menyediakan banyak
ruang untukku memperbaiki banyak hal, termasuk kesalahanku di masa
lalu. Mungkin tidak bisa memperbaiki sepenuhnya, setidaknya aku masih
bisa kembali berdiri dan terus berusaha untuk kebaikan dan kebahagiaan
hidupku di masa depan.Masih banyak orang yang lebih sedih ataupun lebih bahagia hidupnya
dari yang aku jalani saat ini. Dan lagi-lagi ini adalah pilihan, apakah
aku ingin meratapi kesalahan atau aku berdiri untuk memulai lagi. Luka
itu mungkin masih ada, rasa sesal mungkin masih menghantui tetapi
kebahagiaan tak bisa hadir jika tak pernah aku ciptakan. Aku tak pernah
tau apa yang akan aku hadapi di masa depan, akan berapa banyak lagi
pilihan yang hadir dan akan berapa banyak lagi penyesalan yang akan aku
rasakan.Tuhan memang tak pernah menjanjikan kemudahan dalam setiap kehidupan,
namun berjanji akan selalu ada untuk orang-orang yang percaya dengan
kuasa-Nya. Segala rasa yang ada jadikan itu sebagai bagian dalam hidup,
tawa, tangis, dan segala perasaan yang dirasakan menjadikanmu menjadi
manusia yang semakin baik lagi.
EmoticonEmoticon